KebunEmas.com

Jumat, 18 Desember 2009

Berapa Harga Anak Anda?


Siti Jazimah (Ibu Rumah Tangga)
Pemenang Pertama Lomba Menulis Rubrik Dunia Wanita

Jika pertanyaan itu diajukan kepada Anda, kira-kira berapa rupiah angka yang akan Anda sebut? Ataukah Anda akan memilih jawaban yang telah biasa kita dengar, bahwa anak adalah harta yang tak ternilai harganya. Yang tidak bisa ditukar dengan tumpukan uang seberapa pun tingginya.

Faktanya, benarkah kita sudah menghargai anak, memperlakukannya sebagai sesuatu yang sangat istimewa?

Mula-mula, marilah kita lihat bagaimana ekspresi cinta seseorang terhadap benda kesayangan, misalnya, mobil mewah. Pernahkah Anda melihat orang marah-marah karena cat mobilnya terkelupas atau bahkan hanya tergores? Kata-kata makian yang sesungguhnya mempertaruhkan martabat diri begitu lancar terlontar lantaran “yang dicinta” diusik orang. Atau pernahkah Anda mendengar kabar tentang seorang kolektor seni yang rela melakukan pelbagai ritual dan juga mengeluarkan sejumlah besar dana demi menjaga benda-benda pusaka yang dipujanya?

Belum lama ini ada kehebohan terkait dengan tanaman hias yang berharga belasan juta, padahal wujudnya cuma daun. Daun tergores apalagi sampai patah bisa mengurangi harga hingga jutaan rupiah. Maka, sang penjual atau pemiliknya pasti akan menjaga keselamatan si tanaman dengan segala macam cara.

Kemudian, mari merenung tentang perlakukan kita terhadap anak. Saya pernah melampiaskan kesal ketika anak saya yang belum genap dua tahun menghilangkan satu potong puzzle. Ada bagian yang hilang, tentu puzzle tidak bisa terpasang lagi dengan sempurna. Entah mengapa, saya benar-benar bisa merasa kesal. Sampai akhirnya saya sadar bahwa harga puzzle itu tidak sampai lima ribu rupiah. Anak saya, jelas lebih mahal dari itu. Apalagi, dia memang belum tahu bagaimana cara bermain puzzle seharusnya. Dia masih dalam fase menggigit dan melempar.

Saya pun merenung. Saya mengaku cinta pada anak. Pikiran saya berkata bahwa anak adalah harta yang amat berharga, tidak bisa ditukar dengan apa pun jua. Kenyataannya, masih sedikit upaya saya untuk menjaganya dari cedera. Cedera yang tidak terindra namun besar dampaknya di kelak kemudian hari, bahkan bisa terbawa sampai mati. Cedera hati!

Tatkala muncul rasa kesal, terkadang saya bicara dengan nada tinggi atau menampakkan raut muka jutek. Padahal saya sudah berulangkali membaca nasehat Rasulullah untuk tidak memperlakukan anak dengan kasar lantaran bisa mengeruhkan jiwanya. Ah, soal menjaga “barang kecintaan” dari “kerusakan” saya masih kalah jauh dengan pemilik tanaman hias, benda pusaka atau mobil mewah.

Pernahkah Anda seperti saya? Marah pada anak hanya gara-gara benda yang dirusaknya? Semoga saja tidak. Karena anak adalah anugerah Allah yang luar biasa. Padanya kita berharap akan masa depan umat yang lebih baik. Caranya, kita harus terus-menerus memberikan keyakinan padanya bahwa dia sangat berharga. Lebih berharga dari benda apa pun di dunia ini. Dia lebih berharga dari vas bunga, mobil, baju baru, rumah megah, lantai putih bersih, guci antik, dan atau barang kecintaan kita lainnya.

Jika anak menyadari keberhargaan dirinya, niscaya dia akan tumbuh percaya diri. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, konsep diri yang positif, semoga kelak anak-anak kita tergabung dalam generasi barisan penyelamat umat, penyelamat bangsa, penyelamat peradaban. Amin.

1 komentar:

Mahriza mengatakan...

Subhanallah... awesome...^_^

copast ya...

www.mahriza.wordpress.com