KebunEmas.com

Sabtu, 10 Oktober 2009

BINA ANAK SHOLEH



"Bid…ayo mandi! Disuruh mandi saja kok malas amat!" bentak ibu Abid (7)
seraya menyeret paksa anaknya yang sedang asyik bermain.
"Fatma…jangan dekati kompor itu! Bahaya, tahu!" Bentak ayah Fatma yang
memergoki putrinya (2) sedang mengutak-atik kompor minyak.
Ketika bocah kecil itu menangis mendengar bentakan ayahnya, sang ayah malah
kembali membentak, "Heh…diam!" Si kecil pun semakin ketakutan.
Membentak anak, sepertinya sudah menjadi kebiasaan sebagian orang tua. Saat
melihat anak melakukan kesalahan, atau ketidakpatuhan, orang tua memang
sering dibuat jengkel. Secara refleks, karena emosi, orang tua sering
bermaksud 'menasihati', tapi diucapkan dengan nada tinggi. Kebiasaan ini
juga lebih sering dilakukan oleh orang tua yang temperamental.
Pertanyaannya, efektifkah menasihati anak dengan bentakan? Tentu tidak,
sebab kalau anak terlalu sering dibentak, maka ia bisa tumbuh menjadi
pribadi yang minder, tertutup, bahkan pemberontak. Ia pun bisa menjadi
temperamental dan meniru kebiasaan orang tuanya, suka membentak. Dalam Nikah
edisi Juni 2006 sudah dibahas cara menasihati anak secara efektif (Menegur
Perilaku, Menghargai Pelaku). Pada edisi kali ini, akan dipaparkan beberapa
akibat bila anak terlalu sering menerima bentakan. Selain itu, akan dibahas
pula bagaimana kiat menumbuhkan kepatuhan.

*SALAH KAPRAH ORANG TUA*
Seringkali orang tua baru bertindak ketika kesalahan telah dilakukan oleh
anak. Bukan mencegah, mengarahkan, dan membimbing sebelum kesalahan terjadi.
Seharusnya orang tua mempertimbangkan tingkat perkembangan kejiwaan anak,
sebelum membuat aturan. Jangan menyamakan anak dengan orang dewasa. Orang
tua hendaknya menyadari bahwa dunia anak jauh berbeda dengan orang dewasa.
Jadi, ketika menetapkan apakah perilaku anak dinilai salah atau benar, patuh
atau melanggar, jangan pernah menggunakan tolok ukur orang dewasa. Harus
diakui, orang tua yang habis kesabarannya sering membentak dengan kata-kata
yang keras bila anak-anak menumpahkan susu di lantai, terlambat mandi,
mengotori dinding dengan kaki, atau membanting pintu. Sikap orang tua
tersebut seperti polisi menghadapi penjahat. Sebaliknya, orang tua sering
lupa untuk memberikan perhatian positif ketika anak mandi tepat waktu,
menghabiskan susu dan makanannya, serta memberesi mainannya. Padahal
seharusnya, antara perhatian positif dengan perhatian negatif harus
seimbang.

*PENGARUH TERHADAP ANAK *
Anak-anak yang sering diberi perhatian negatif, apalagi dengan teguran
keras atau bentakan, akan mudah tertekan jiwanya. Kemungkinan ia bisa
berkembang menjadi anak yang:

-* Minder*
Bila anak selalu dicela dan dibentak, dan tak pernah menerima perhatian
positif saat ia melakukan kebaikan, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang
tidak percaya diri atau minder. Akan tertanam dalam jiwanya bahwa ia
hanyalah anak yang selalu melakukan kesalahan, tidak pernah bisa berbuat
kebaikan atau menyenangkan orang lain. Akibatnya, ia sering ragu-ragu atau
tidak percaya diri untuk melakukan atau mencoba sesuatu karena takut salah.
Misalnya, ia jadi tidak pede untuk mengaji atau membaca Al-Quran, gara-gara
orang tuanya selalu membentaknya bila mendengar bacaannya salah.

-*Cuek/ tidak peduli*
Anak yang selalu dibentak juga bisa berkembang menjadi anak yang cuek dan
tidak peduli. Akibat sudah terlalu sering menerima bentakan, ia malah jadi
apatis, tidak peduli. Ia pun sering mengabaikan nasihat orang tuanya.
Mungkin saat dibentak atau dimarahi ia terlihat diam mendengarkan, tapi
sesungguhnya kata-kata orang tuanya hanya dia anggap angin lalu. Masuk ke
telinga kanan lalu keluar lewat telinga kiri.

- *Tertutup*
Orang tua yang temperamental dan suka membentak, tentu akan menakutkan bagi
anak. Ya, anak menjadi takut pada orang tuanya sendiri, sehingga ia tumbuh
menjadi pribadi yang tertutup. Ia tak pernah mau berbagi cerita dengan orang
tuanya. Buat apa berbagi kalau nanti ujung-ujungnya ia akan disalahkan?
Dengan demikian, komunikasi antara orang tua dan anak tidak bisa berjalan
lancar. Hal ini tentu berbahaya, karena bila menghadapi masalah dan hanya
disimpan sendiri, jiwa anak bisa sangat tertekan.

- *Pemberontak/ penentang*
Anak yang bersikap menentang bisa digolongkan dalam 3 tipe. Pertama, tipe
penentang aktif. Mereka menjadi anak yang keras kepala, suka membantah dan
membangkang apa saja kehendak orang tua. Mereka marah karena merasa tidak
dihargai oleh orang tua. Untuk melawan jelas tak bisa, karena ia hanya
seorang anak kecil. Maka ia pun berusaha menyakiti hati orang tuanya. Ia
akan senang bila melihat orang tuanya jengkel dan marah karena ulahnya.
Semakin bertambah emosi orang tua, semakin senanglah ia. Kedua, tipe
penentang dengan cara halus. Anak-anak ini jika diperintah memilih sikap
diam, tapi tidak juga memenuhi perintah. Sebagaimana Abid yang disuruh mandi
oleh ibunya, tapi tak juga mau beranjak dari tempatnya bermain. Saat ia
ditinggalkan sendiri di kamar mandi pun, ia tidak segera mandi, malah
bermain air atau kapal-kapalan. Ketiga, tipe selalu terlambat. Anak seperti
ini baru mengerjakan suatu perintah setelah terlebih dahulu melihat orang
tuanya jengkel, marah, dan mengomel atau membentak-bentak karena
kemalasannya. Misalnya Angga yang belum mau beranjak dari tempat tidurnya
bila belum dibentak atau diomeli ibunya.

- *Pemarah, **temperamental dan suka membentak*
Anak sering meniru sikap orang tuanya. Bila orang tua suka marah atau 'main
bentak' karena sebab-sebab sepele, maka anak pun bisa berbuat hal yang sama.

Tidak ada komentar: